"Dan sungguh benar-benar telah kami mudahkan Al Quran untuk dihafal maka adakah orang yang mau menghafal"

Senin, 06 April 2015

Sudah Produktifkah Usia kita?

حَدَّثَنِي عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّرٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغِفَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً (رواه البخاري)

Telah menceritakan kepadaku Abdus Salam bin Muthahhar telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali dari Ma'an bin Muhammad Al Ghifari dari Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Allah telah memberi udzur kepada seseorang dengan menangguhkan ajalnya hingga umur enam puluh tahun." (HR Bukhori)

Membaca hadits diatas mengingatkan kepada kita tentang arti sebuah umur, umur adalah amanah begitu kira-kira kesimpulannya. Bahwa seberapapun usia kita kelak akan dimintai pertanggung jawabannya dihadapan Alloh Ta’ala. Terlebih jika umur kita diatas 60 tahun maka tidak ada alasan bagi kita untuk berkilah tatkala umur tersebut tidak produktif, tidak bisa dimaksimalkan dengan baik.

Dalam kitabnya Imam Ibnu Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan makna hadits diatas bahwa :

“Jika seseorang dipanjangkan usianya mencapai usia 60 tahun, maka sudah ditegakkan hujah atasnya, dan dihilangkannya udzur (alasan), karena 60 tahun telah Alloh tetapkan baginya, semestinya ia telah memahami ayat-ayat Alloh dengan baik, apalagi jika hidup dalam lingkungan mayoritas muslim, maka jelas tidak ada lagi alasan ketika kelak menghadap Alloh. Hadits ini juga menjadi dalil bahwa Alloh memiliki hujah atas hamba-hambaNya, sebab setiapa hamba telah dibekali oleh Alloh akal dan pemahaman, serta diutusnya para Rosul dengan membawa risalah.”

Seorang muslim dituntut untuk produktif dengan umurnya, berkarya sebanyak-banyaknya, agar tatkala dihari perjumpaannya dengan Alloh kelak, lidah ini tidak kelu untuk menjawabnya. Maka kata kuncinya adalah jadikan setiap detik yang kita lewati selalu ada makna, belajarlah dari apa yang kita lihat, belajarlah dari apa yang kita dengar, dan nasihat yang paling mengena bagi seseorang adalah kematian.

 “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat.”

Hamid Al Qaishari mengatakan: “Kita semua telah meyakini kematian, tetapi kita tidak melihat orang yang bersiap-siap menghadapinya! Kita semua telah meyakini adanya surga, tetapi kita tidak melihat orang yang beramal untuknya! Kita semua telah meyakini adanya neraka, tetapi kita tidak melihat orang yang takut terhadapnya! Maka terhadap apa kamu bergembira? Kemungkinan apakah yang kamu nantikan? Kematian! Itulah perkara pertama kali yang akan datang kepadamu dengan membawa kebaikan atau keburukan. Wahai, saudara-saudaraku! Berjalanlah menghadap Penguasamu (Allah) dengan perjalanan yang bagus”. [Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 483, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi].
Semoga tulisan ini bisa mengingatkan kita, akan besarnya tanggung jawab nikmat usia dan betapa penting mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan amal sholih. Dalam sebuah hadits Rosululloh SAW bersabda:

عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جِنَازَةٍ فَجَلَسَ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ فَبَكَى حَتَّى بَلَّ الثَّرَى ثُمَّ قَالَ يَا إِخْوَانِي لِمِثْلِ هَذَا فَأَعِدُّوا

Dari Al Bara’, dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu jenazah, lalu Beliau duduk di tepi kubur, kemudian Beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu Beliau bersabda: “Wahai, saudara-saudaraku! Maka persiapkanlah untuk yang seperti ini,!” [HR Ibnu Majah].

0 komentar:

Posting Komentar